Merasakan musim dingin di Negeri Kinanah, Mesir, seharusnya menyenangkan. Terlebih bagi penulis dan Masisir yang lain. Adalah tahun perdana bisa merasakan musim dingin di negeri penuh barokah dalam rangka menuntut ilmu demi ketinggian taraf berfikir hingga mampu menjadi generasi dambaan umat. Generasi yang akan mengembalikan umat ini, umat Islam, menjadi sebaik-baik umat dibandingkan dengan umat yang lain. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Al Karim:
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahlu Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, akan tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik". QS. Ali 'Imran: 110
Namun, suasana musim dingin di Mesir berkata lain. Bukan menyenangkan tapi justru mencekam karena tingkat keamanan Mesir sangat minim yang mengakibatkan tingginya tingkat kriminalitas, terlebih bagi Masisir. Sekitar sebulan terakhir, berita kriminalitas meningkat dan terjadi menimpa Masisir yang kebanyakan di lakukan oleh orang-orang berkulit hitam dan juga warga Mesir sendiri. Mereka mendobrak rumah dengan membawa senjata tajam, menodong, lalu mengambil barang berharga tanpa ampun bahkan dengan melukai pemilik rumah yang tidak lain adalah Masisir. Kejahatan pun juga terjadi di tempat-tempat umum. Di jalan, pasar, toko-toko, kendaraan umum dengan berbagai modus pelaku.
Tak ada asap kalau tak ada api, begitu kata pepatah. Begitu pula dengan meningkatnya kriminalitas saat ini yang seolah sedang 'semarak' menghantui Masisir pun juga diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kesenjangan ekonomi akibat anjloknya mata uang Mesir. Pasokan kebutuhan pokok pun tidak terpenuhi sedangkan kondisi musin dingin membuat kebutuhan hidup meningkat untuk menjaga diri dari berbagai gangguan kesehatan akibat perubahan cuaca.
Meskipun kondisi yang menimpa Maisisir ini sudah berlangsung lama, ternyata masih belum ada penangganan secara serius dari pihak Mesir bahkan bisa dibilang abai dengan kondisi yang menimpa warga asing yang sedang menuntut ilmu di negeri ini. Hal ini pula disampaikan oleh Protkon KBRI Cairo, Bapak Windratmo, yang menekankan pentingnya seluruh Masisir untuk meningkatkan kekompakan dalam mengawal dan menangani kasus yang marak akhir-akhir ini meskipun secara diplomatis telah mendesak Menteri Dalam Negeri Mesir untuk semakin serius mengejar para pelaku kejahatan dan memperbaiki kondisi keamanan di kawasan Nasr City, 1/2/2017.
Keamanan dan stabilitas dalam negeri memainkan peran yang sangat penting. Perekonomian yang menjadi urat nadi kehidupan rakyat tidak akan berjalan dengan baik jika keamanan dan stabilitas dalam negeri kacau dan terganggu. Untuk itu, diperlukan sebuah departemen dan organ fungsionalnya yang secara khusus menangani keamanan dan stabilitas dalam negeri. Departemen apakah itu dan apa organ fungsionalnya?
Di dalam Islam, masalah keamanan dan kriminalitas di tanggani oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dâ'irah al-Amni ad-Dâkhili) adalah lembaga negara yang bertanggung jawab atas pengendalian keamanan dalam negeri. Departemen ini dikepalai oleh Direktur Keamanan Dalam Negeri (Mudîr al-Amni ad-Dâkhili). Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah yang dinamakan Idârah al-Amni ad-Dâkhili (Direktorat Keamanan Dalam Negeri) yang dipimpin oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah). Kepolisian Wilayah ini berada di bawah kekuasaan wali (gubernur) dari sisi tanfîdz (pelaksanaan), namun dari sisi administrasinya berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri. Sehubungan dengan hal ini akan diatur dengan undang-undang yang khusus untuk masalah tersebut.(Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 223; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 93).
Departemen Keamanan Dalam Negeri (Depkamdagri) merupakan departemen yang menangani semua bentuk ancaman dan gangguan keamanan. Departemen ini juga menangani penjagaan keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian. Kepolisian merupakan alat utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Depkamdagri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang dia inginkan. Bahkan perintah dari departemen ini harus segera dilaksanakan. Adapun jika keperluan menuntut untuk meminta bantuan kekuatan militer, maka departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada pemimpin negara. Kemudian pemimpin berhak memerintahkan pasukan untuk membantu Depkamdagri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Depkamdagri untuk menjaga keamanan, atau perkara lain menurut pandangan pemimpin. Dalam hal ini, pemimpin juga berhak menolak permintaan Depkamdagri dan memerintahkan-nya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.(bisa dilihat di Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 223; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 93; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 145).
Kepolisian dan Jenisnya
Kepolisian adalah organ fungsional yang bertugas menjaga keamanan dan stabilitas dalam negeri dari berbagai gangguan dan ancaman keamanan. Satuan kepolisian beranggotakan laki-laki yang sudah balig dan memiliki kewarganegaraan. Wanita boleh menjadi anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas kewanitaan yang memiliki hubungan dengan tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang khusus untuk mengatur masalah ini sesuai dengan hukum-hukum syariah.(bisa dibaca di Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 93).
Satuan kepolisian ada dua jenis: Polisi militer serta polisi yang berada di bawah perintah dan pengawasan penguasa. Satuan kepolisian ini memiliki seragam khusus dan ciri-ciri tertentu untuk tugas menjaga keamanan.
Al-Azhari berkata, "Polisi adalah setiap kesatuan yang merupakan kesatuan terbaik. Di antara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi, karena mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Mereka adalah kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara. Mereka dinamakan syurthah (polisi) karena mereka memiliki ciri-ciri yang telah dikenal, baik dari pakaian maupun kemampuan geraknya." Ini juga merupakan pendapat yang dipilih oleh al-Ashma'i.
Dikatakan di dalam kamus: syurthah (polisi) adalah bentuk tunggal dari asy-syurath. Mereka adalah kesatuan terbaik yang terjun dalam perang dan mereka siap untuk mati. Polisi adalah kesatuan di antara para penolong wali. Syurthah (polisi) disebut dengan syurthi, seperti halnya turki dan juhani. Mereka dinamakan demikian karena diri mereka dapat diketahui dengan tanda-tanda yang sudah dikenal.(bisa dibaca di Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 224; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 94).
Polisi militer adalah bagian dari tentara yang memiliki tanda-tanda yang lebih menonjol daripada pasukan lainya untuk mendisiplinkan urusan-urusan pasukan. Polisi militer marupakan bagian dari pasukan yang berada di bawah Amirul Jihad, yaitu berada di bawah Departemen Perang. Adapun polisi yang selalu siap di samping penguasa, maka ia berada di bawah Depkamdagri. Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dari Anas bin Malik:
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَعْدٍ كَانَ يَكُونُ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَنْزِلَةِ صَاحِبِ الشُّرَطِ مِنْ الْأَمِيرِ
Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki posisi sebagai kepala polisi dan ia termasuk di antara para amir.
Maksudnya adalah Qais bin Saad bin 'Ubadah al-Anshari al-Khazraji. Imam Tirmidzi juga telah meriwayatkan hadis di atas dengan redaksi:
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَــــعْدٍ كَانَ يَكُــــونُ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَنْزِلَةِ صَـــاحِبِ الشُّــــرَطِ مِنْ الْأَمِـــيرِ، قَـــالَ الْأَنْصَـــارِيُّ: يَعْنِي مِمَّا يَلِي مِنْ أُمُورِهِ
Qais bin Saad di sisi Nabi saw. berkedudukan sebagai kepala polisi dan ia termasuk di antara para amir. Al-Anshari berkata, "Yaitu orang yang menangani urusan-urusan polisi."
Penguasa atau pemimpin negara boleh menjadikan seluruh polisi yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri itu sebagai bagian dari pasukan, yaitu berada di bawah Departemen Perang. Boleh juga menjadikan polisi sebagai departemen tersendiri, yaitu Depkamdagri.
Hanya saja, untuk kemandirian di dalam kepolisian, bahwa kepolisian berada di sisi penguasa untuk menjaga keamanan, dan berada di bawah Depkamdagri sebagai struktur yang berdiri sendiri dan berada di bawah Khalifah secara langsung, seperti struktur-struktur negara lainnya. Ini berdasarkan hadis Anas bin Malik di atas tentang Qais bin Saad.
Hal ini juga sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, yaitu berkaitan dengan kemandirian empat departemen yang berhubungan dengan jihad: militer, keamanan dalam negeri, perindustrian dan urusan luar negeri. Keempat hal tersebut hendaknya berada langsung di bawah Khalifah dan tidak digabungkan sebagai satu struktur. Demikianlah, kepolisian berada di bawah Depkamdagri.(bisa dibaca di Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 224; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 94).
Pencegahan dan Pengkondisian Keamanan
Depkamdagri merupakan departemen yang menangani semua bentuk ancaman dan gangguan keamanan, juga menjaga stabilitas dan keamanan dalam negeri melalui satuan kepolisian. Berikut ini contoh pencegahan dan pengkondisian keamanan yang dilakukan oleh Depkamdagri dan organ fungsionalnya, yaitu kepolisian.
Imam al-Bukhari telah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus Ali bin Abi Thalib. Ali berkata:
Rasulullah saw. pernah mengutusku bersama Zubair dan Abu Murtsid. Masing-masing dari kami menunggang kuda. Rasulullah saw bersabda, "Berangkatlah kalian hingga sampai di Kebun Hâj (Begitulah yang dikatakan Abu Awanah dan dalam riwayat lain disebut Kebun Khâkh) karena di kebun itu terdapat seorang wanita yang tengah membawa surat dari Hatib bin Abi Balta'ah kepada kaum musyrik. Bawalah wanita itu kepadaku."
Lalu kami berangkat menunggang kuda kami masing-masing hingga kami menjumpai wanita tersebut, seperti yang dikatakan Rasulullah saw. Wanita itu berjalan menunggang unta. Hathib menulis surat kepada penduduk Makkah yang isinya memberitahukan tentang keberangkatan Rasulullah saw ke Makkah. Kami pun bertanya kepada wanita itu, "Di mana surat yang engkau bawa?" Wanita itu menjawab, "Aku tidak membawa surat."
Lalu kami menambatkan untanya dan menggeledah hewan tunggangannya. Kami tidak menemukan surat yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw. Dua orang temanku berkata: "Kami tidak melihat surat bersama dia." Aku berkata, "Sungguh, kami tahu bahwa Rasulullah saw. tidak berbohong."
Kemudian Ali pun bersumpah: "Demi Allah, engkau mengeluarkan surat itu atau engkau akan kami telanjangi." Akhirnya, wanita itu menunjuk ke arah pinggangnya. Ia mengenakan ikat pinggang dari kain. Lalu wanita itu mengeluarkan surat itu. Kami kemudian membawa wanita itu berserta suratnya kepada Rasulullah saw.
Dalam Mushannaf Abdur Razzâq diriwayatkan dari Ibnu Uyainah dari Ismail bin Abi Khalid yang berkata bahwa Aku mendengar Abu Amr asy-Syaibani mengatakan:
كَانَ عبدُ اللهِ بْنُ مَسْعُودٍ: يَعُسُّ الْمَسْجِدَ فَلا يَدَعُ فِيهِ سَوَادًا إِلا أَخْرَجَهُ إِلا رَجُلا مُصَلِّيًا
Ibnu Mas'ud berpatroli menjaga dan mengelilingi masjid setiap malam. Ia tidak membiarkan seorang pun kecuali mengeluarkan dia dari masjid selain dari orang yang sedang shalat.
Kata 'assa ya'ussu artinya ronda (berpatroli) pada malam hari untuk mengamati pergerakan para pencuri, mencari para pembuat keonaran dan siapa saja yang dikhawatirkan kejahatannya. Abdullah bin Mas'ud adalah komandan petugas patroli pada masa Khaifah Abu Bakar. Pada masa Umar bin al-Khaththab, maka beliau melakukan sendiri kegiatan patroli ini.
Di dalam negara Islam, kepolisian berperan sangat penting dalam pemerintahan Daulah Islamiyah. Mereka bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan dalam negeri, menjaga keselamatan masyarakat, mengamankan jiwa raga, harta benda serta harga diri mereka. Umat Islam telah mengenal kepolisian sejak masa Rasulullah SAW tinggal di Madinah. Al Bukhari menyebutkan dalam shahihnya bahwa Qais bin Sa'ad yang sedang berada di hadapan Rasulullah SAW adalah berposisi sebagai kepala polisi dari penguasa.
Dalam upaya menjaga keamanan dikenal istilah patroli (Al Uss) dalam kepolisian. Al Uss dikenal pertama kali di masa Khalifah Umar bin Al Khatthab. Dialah yang membentuk Al Uss. Dia sendiri sering melakukan patroli di malam hari mengelilingi kota Madinah. Hal itu dia lakukan untuk mengungkap kejahatan dan menjaga keamanan warganya.
Sedangkan pada Masa Daulah Umayyah, belajar dari peristiwa terbunuhnya para pemimpin negara sebelumnya; Khalifah Umar bin Al Khatthab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib ra, Muawiyyah mengangkat seorang polisi sebagai pengawal pribadi. Muawiyah merupakan khalifah pertama yang mengangkat pengawal pribadi dalam peradaban Islam. Mengingat pentingnya peran dan fungsi vital kepolisian dalam negara, Khalifah Muawwiyah telah menetapkan standar karakter yang harus dimiliki seorang kepala polisi. Ziad bin Abih berkata "Kepala kepolisian hendaklah memiliki kecakapan dan kuat, tidak mudah lupa, dan bagi pengawal pribadi hendaklah yang sudah berumur, dapat menjaga kesucian diri, dan tidak memiliki catatan kriminal (Tarikh al Ya'qubi).
Kemandirian Kepolisian
Abdurrahman bin Ubaid at Tamimi, sebelum diangkat menjadi kepala polisi berkata kepada Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi, gubernur Irak pada masa khalifah Malik bin Marwan bahwa ia akan menerima jabatan itu jika ia bebas dari intervensi keluarga, anak-anak Khalifah dan para pejabatnya. Mendengar syarat itu Al Hajjaj pun berkata, "Wahai anak muda serukanlah kepada semua orang, barang siapa yang melaporkan pengaduan kepadanya, maka aku tidak akan mencampurinya ('Uyun al Akhbar, Ibn Qutaibah). Abdurrahman bin Ubaid at Tamimi dipilih menjadi kepala polisi karena memiliki karakter sabar, cakap (Thawwil al Julus), berkemampuan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas (Samin al Amanah wa 'Ajif al Khianah).
Saat Islam sampai ke Andalusia, kepolisian dibagi dua, Asy Syurthah al Kubra dan Asy Syurthah ash Shugra. Asy Syurthah al Kubra berarti kepolisian besar. Dibentuk dengan tujuan menangkap dan memenjarakan para pelaku kejahatan dari kalangan kerabat penguasa beserta kroni-kroninya juga dari kalangan terpandang lainnya. Sehingga tidak ada perbedaan perlakuan di depan hukum antara si miskin dan si kaya, pejabat dan rakyat, semuanya sama di depan hukum. Sedangkan Asy Syurthah Ash Syughra atau kepolisian rendah ditugaskan untuk melakukan pengawasan keamanan masyarakat umum.
Jika seorang kepala kepolisian melakukan penyelewengan seperti memberikan sanksi yang tidak semestinya atau tidak mengedepankan bukti-bukti dalam penyelidikan maka Khalifah tidak segan-segan memberhentikannya dengan tidak hormat. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Al Muqtadir Billah dari Bani Abassiyah yang memecat dengan tidak hormat Muhammad bin Yaqut, kepala polisi di Baghdad. Khalifah pun melarang yang bersangkutan untuk memegang jabatan apapun dalam pemerintahan karena perilakunya yang buruk dan menyimpang. (Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir)
Sungguh umat Islam merindukan para polisi yang bertakwa, paham hukum, berkemampuan, sabar dan amanah dalam bertugas, bukan polisi yang tidak bertanggungjawab dengan keamanan rakyat.
WalLâhu a'lam bi ash-shawâb.
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahlu Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, akan tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik". QS. Ali 'Imran: 110
Namun, suasana musim dingin di Mesir berkata lain. Bukan menyenangkan tapi justru mencekam karena tingkat keamanan Mesir sangat minim yang mengakibatkan tingginya tingkat kriminalitas, terlebih bagi Masisir. Sekitar sebulan terakhir, berita kriminalitas meningkat dan terjadi menimpa Masisir yang kebanyakan di lakukan oleh orang-orang berkulit hitam dan juga warga Mesir sendiri. Mereka mendobrak rumah dengan membawa senjata tajam, menodong, lalu mengambil barang berharga tanpa ampun bahkan dengan melukai pemilik rumah yang tidak lain adalah Masisir. Kejahatan pun juga terjadi di tempat-tempat umum. Di jalan, pasar, toko-toko, kendaraan umum dengan berbagai modus pelaku.
Tak ada asap kalau tak ada api, begitu kata pepatah. Begitu pula dengan meningkatnya kriminalitas saat ini yang seolah sedang 'semarak' menghantui Masisir pun juga diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kesenjangan ekonomi akibat anjloknya mata uang Mesir. Pasokan kebutuhan pokok pun tidak terpenuhi sedangkan kondisi musin dingin membuat kebutuhan hidup meningkat untuk menjaga diri dari berbagai gangguan kesehatan akibat perubahan cuaca.
Meskipun kondisi yang menimpa Maisisir ini sudah berlangsung lama, ternyata masih belum ada penangganan secara serius dari pihak Mesir bahkan bisa dibilang abai dengan kondisi yang menimpa warga asing yang sedang menuntut ilmu di negeri ini. Hal ini pula disampaikan oleh Protkon KBRI Cairo, Bapak Windratmo, yang menekankan pentingnya seluruh Masisir untuk meningkatkan kekompakan dalam mengawal dan menangani kasus yang marak akhir-akhir ini meskipun secara diplomatis telah mendesak Menteri Dalam Negeri Mesir untuk semakin serius mengejar para pelaku kejahatan dan memperbaiki kondisi keamanan di kawasan Nasr City, 1/2/2017.
Keamanan dan stabilitas dalam negeri memainkan peran yang sangat penting. Perekonomian yang menjadi urat nadi kehidupan rakyat tidak akan berjalan dengan baik jika keamanan dan stabilitas dalam negeri kacau dan terganggu. Untuk itu, diperlukan sebuah departemen dan organ fungsionalnya yang secara khusus menangani keamanan dan stabilitas dalam negeri. Departemen apakah itu dan apa organ fungsionalnya?
Di dalam Islam, masalah keamanan dan kriminalitas di tanggani oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dâ'irah al-Amni ad-Dâkhili) adalah lembaga negara yang bertanggung jawab atas pengendalian keamanan dalam negeri. Departemen ini dikepalai oleh Direktur Keamanan Dalam Negeri (Mudîr al-Amni ad-Dâkhili). Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah yang dinamakan Idârah al-Amni ad-Dâkhili (Direktorat Keamanan Dalam Negeri) yang dipimpin oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah). Kepolisian Wilayah ini berada di bawah kekuasaan wali (gubernur) dari sisi tanfîdz (pelaksanaan), namun dari sisi administrasinya berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri. Sehubungan dengan hal ini akan diatur dengan undang-undang yang khusus untuk masalah tersebut.(Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 223; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 93).
Departemen Keamanan Dalam Negeri (Depkamdagri) merupakan departemen yang menangani semua bentuk ancaman dan gangguan keamanan. Departemen ini juga menangani penjagaan keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian. Kepolisian merupakan alat utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Depkamdagri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang dia inginkan. Bahkan perintah dari departemen ini harus segera dilaksanakan. Adapun jika keperluan menuntut untuk meminta bantuan kekuatan militer, maka departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada pemimpin negara. Kemudian pemimpin berhak memerintahkan pasukan untuk membantu Depkamdagri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Depkamdagri untuk menjaga keamanan, atau perkara lain menurut pandangan pemimpin. Dalam hal ini, pemimpin juga berhak menolak permintaan Depkamdagri dan memerintahkan-nya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.(bisa dilihat di Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 223; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 93; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 145).
Kepolisian dan Jenisnya
Kepolisian adalah organ fungsional yang bertugas menjaga keamanan dan stabilitas dalam negeri dari berbagai gangguan dan ancaman keamanan. Satuan kepolisian beranggotakan laki-laki yang sudah balig dan memiliki kewarganegaraan. Wanita boleh menjadi anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas kewanitaan yang memiliki hubungan dengan tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang khusus untuk mengatur masalah ini sesuai dengan hukum-hukum syariah.(bisa dibaca di Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 93).
Satuan kepolisian ada dua jenis: Polisi militer serta polisi yang berada di bawah perintah dan pengawasan penguasa. Satuan kepolisian ini memiliki seragam khusus dan ciri-ciri tertentu untuk tugas menjaga keamanan.
Al-Azhari berkata, "Polisi adalah setiap kesatuan yang merupakan kesatuan terbaik. Di antara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi, karena mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Mereka adalah kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara. Mereka dinamakan syurthah (polisi) karena mereka memiliki ciri-ciri yang telah dikenal, baik dari pakaian maupun kemampuan geraknya." Ini juga merupakan pendapat yang dipilih oleh al-Ashma'i.
Dikatakan di dalam kamus: syurthah (polisi) adalah bentuk tunggal dari asy-syurath. Mereka adalah kesatuan terbaik yang terjun dalam perang dan mereka siap untuk mati. Polisi adalah kesatuan di antara para penolong wali. Syurthah (polisi) disebut dengan syurthi, seperti halnya turki dan juhani. Mereka dinamakan demikian karena diri mereka dapat diketahui dengan tanda-tanda yang sudah dikenal.(bisa dibaca di Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 224; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 94).
Polisi militer adalah bagian dari tentara yang memiliki tanda-tanda yang lebih menonjol daripada pasukan lainya untuk mendisiplinkan urusan-urusan pasukan. Polisi militer marupakan bagian dari pasukan yang berada di bawah Amirul Jihad, yaitu berada di bawah Departemen Perang. Adapun polisi yang selalu siap di samping penguasa, maka ia berada di bawah Depkamdagri. Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dari Anas bin Malik:
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَعْدٍ كَانَ يَكُونُ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَنْزِلَةِ صَاحِبِ الشُّرَطِ مِنْ الْأَمِيرِ
Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki posisi sebagai kepala polisi dan ia termasuk di antara para amir.
Maksudnya adalah Qais bin Saad bin 'Ubadah al-Anshari al-Khazraji. Imam Tirmidzi juga telah meriwayatkan hadis di atas dengan redaksi:
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَــــعْدٍ كَانَ يَكُــــونُ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَنْزِلَةِ صَـــاحِبِ الشُّــــرَطِ مِنْ الْأَمِـــيرِ، قَـــالَ الْأَنْصَـــارِيُّ: يَعْنِي مِمَّا يَلِي مِنْ أُمُورِهِ
Qais bin Saad di sisi Nabi saw. berkedudukan sebagai kepala polisi dan ia termasuk di antara para amir. Al-Anshari berkata, "Yaitu orang yang menangani urusan-urusan polisi."
Penguasa atau pemimpin negara boleh menjadikan seluruh polisi yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri itu sebagai bagian dari pasukan, yaitu berada di bawah Departemen Perang. Boleh juga menjadikan polisi sebagai departemen tersendiri, yaitu Depkamdagri.
Hanya saja, untuk kemandirian di dalam kepolisian, bahwa kepolisian berada di sisi penguasa untuk menjaga keamanan, dan berada di bawah Depkamdagri sebagai struktur yang berdiri sendiri dan berada di bawah Khalifah secara langsung, seperti struktur-struktur negara lainnya. Ini berdasarkan hadis Anas bin Malik di atas tentang Qais bin Saad.
Hal ini juga sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, yaitu berkaitan dengan kemandirian empat departemen yang berhubungan dengan jihad: militer, keamanan dalam negeri, perindustrian dan urusan luar negeri. Keempat hal tersebut hendaknya berada langsung di bawah Khalifah dan tidak digabungkan sebagai satu struktur. Demikianlah, kepolisian berada di bawah Depkamdagri.(bisa dibaca di Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 224; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 94).
Pencegahan dan Pengkondisian Keamanan
Depkamdagri merupakan departemen yang menangani semua bentuk ancaman dan gangguan keamanan, juga menjaga stabilitas dan keamanan dalam negeri melalui satuan kepolisian. Berikut ini contoh pencegahan dan pengkondisian keamanan yang dilakukan oleh Depkamdagri dan organ fungsionalnya, yaitu kepolisian.
Imam al-Bukhari telah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus Ali bin Abi Thalib. Ali berkata:
Rasulullah saw. pernah mengutusku bersama Zubair dan Abu Murtsid. Masing-masing dari kami menunggang kuda. Rasulullah saw bersabda, "Berangkatlah kalian hingga sampai di Kebun Hâj (Begitulah yang dikatakan Abu Awanah dan dalam riwayat lain disebut Kebun Khâkh) karena di kebun itu terdapat seorang wanita yang tengah membawa surat dari Hatib bin Abi Balta'ah kepada kaum musyrik. Bawalah wanita itu kepadaku."
Lalu kami berangkat menunggang kuda kami masing-masing hingga kami menjumpai wanita tersebut, seperti yang dikatakan Rasulullah saw. Wanita itu berjalan menunggang unta. Hathib menulis surat kepada penduduk Makkah yang isinya memberitahukan tentang keberangkatan Rasulullah saw ke Makkah. Kami pun bertanya kepada wanita itu, "Di mana surat yang engkau bawa?" Wanita itu menjawab, "Aku tidak membawa surat."
Lalu kami menambatkan untanya dan menggeledah hewan tunggangannya. Kami tidak menemukan surat yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw. Dua orang temanku berkata: "Kami tidak melihat surat bersama dia." Aku berkata, "Sungguh, kami tahu bahwa Rasulullah saw. tidak berbohong."
Kemudian Ali pun bersumpah: "Demi Allah, engkau mengeluarkan surat itu atau engkau akan kami telanjangi." Akhirnya, wanita itu menunjuk ke arah pinggangnya. Ia mengenakan ikat pinggang dari kain. Lalu wanita itu mengeluarkan surat itu. Kami kemudian membawa wanita itu berserta suratnya kepada Rasulullah saw.
Dalam Mushannaf Abdur Razzâq diriwayatkan dari Ibnu Uyainah dari Ismail bin Abi Khalid yang berkata bahwa Aku mendengar Abu Amr asy-Syaibani mengatakan:
كَانَ عبدُ اللهِ بْنُ مَسْعُودٍ: يَعُسُّ الْمَسْجِدَ فَلا يَدَعُ فِيهِ سَوَادًا إِلا أَخْرَجَهُ إِلا رَجُلا مُصَلِّيًا
Ibnu Mas'ud berpatroli menjaga dan mengelilingi masjid setiap malam. Ia tidak membiarkan seorang pun kecuali mengeluarkan dia dari masjid selain dari orang yang sedang shalat.
Kata 'assa ya'ussu artinya ronda (berpatroli) pada malam hari untuk mengamati pergerakan para pencuri, mencari para pembuat keonaran dan siapa saja yang dikhawatirkan kejahatannya. Abdullah bin Mas'ud adalah komandan petugas patroli pada masa Khaifah Abu Bakar. Pada masa Umar bin al-Khaththab, maka beliau melakukan sendiri kegiatan patroli ini.
Di dalam negara Islam, kepolisian berperan sangat penting dalam pemerintahan Daulah Islamiyah. Mereka bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan dalam negeri, menjaga keselamatan masyarakat, mengamankan jiwa raga, harta benda serta harga diri mereka. Umat Islam telah mengenal kepolisian sejak masa Rasulullah SAW tinggal di Madinah. Al Bukhari menyebutkan dalam shahihnya bahwa Qais bin Sa'ad yang sedang berada di hadapan Rasulullah SAW adalah berposisi sebagai kepala polisi dari penguasa.
Dalam upaya menjaga keamanan dikenal istilah patroli (Al Uss) dalam kepolisian. Al Uss dikenal pertama kali di masa Khalifah Umar bin Al Khatthab. Dialah yang membentuk Al Uss. Dia sendiri sering melakukan patroli di malam hari mengelilingi kota Madinah. Hal itu dia lakukan untuk mengungkap kejahatan dan menjaga keamanan warganya.
Sedangkan pada Masa Daulah Umayyah, belajar dari peristiwa terbunuhnya para pemimpin negara sebelumnya; Khalifah Umar bin Al Khatthab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib ra, Muawiyyah mengangkat seorang polisi sebagai pengawal pribadi. Muawiyah merupakan khalifah pertama yang mengangkat pengawal pribadi dalam peradaban Islam. Mengingat pentingnya peran dan fungsi vital kepolisian dalam negara, Khalifah Muawwiyah telah menetapkan standar karakter yang harus dimiliki seorang kepala polisi. Ziad bin Abih berkata "Kepala kepolisian hendaklah memiliki kecakapan dan kuat, tidak mudah lupa, dan bagi pengawal pribadi hendaklah yang sudah berumur, dapat menjaga kesucian diri, dan tidak memiliki catatan kriminal (Tarikh al Ya'qubi).
Kemandirian Kepolisian
Abdurrahman bin Ubaid at Tamimi, sebelum diangkat menjadi kepala polisi berkata kepada Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi, gubernur Irak pada masa khalifah Malik bin Marwan bahwa ia akan menerima jabatan itu jika ia bebas dari intervensi keluarga, anak-anak Khalifah dan para pejabatnya. Mendengar syarat itu Al Hajjaj pun berkata, "Wahai anak muda serukanlah kepada semua orang, barang siapa yang melaporkan pengaduan kepadanya, maka aku tidak akan mencampurinya ('Uyun al Akhbar, Ibn Qutaibah). Abdurrahman bin Ubaid at Tamimi dipilih menjadi kepala polisi karena memiliki karakter sabar, cakap (Thawwil al Julus), berkemampuan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas (Samin al Amanah wa 'Ajif al Khianah).
Saat Islam sampai ke Andalusia, kepolisian dibagi dua, Asy Syurthah al Kubra dan Asy Syurthah ash Shugra. Asy Syurthah al Kubra berarti kepolisian besar. Dibentuk dengan tujuan menangkap dan memenjarakan para pelaku kejahatan dari kalangan kerabat penguasa beserta kroni-kroninya juga dari kalangan terpandang lainnya. Sehingga tidak ada perbedaan perlakuan di depan hukum antara si miskin dan si kaya, pejabat dan rakyat, semuanya sama di depan hukum. Sedangkan Asy Syurthah Ash Syughra atau kepolisian rendah ditugaskan untuk melakukan pengawasan keamanan masyarakat umum.
Jika seorang kepala kepolisian melakukan penyelewengan seperti memberikan sanksi yang tidak semestinya atau tidak mengedepankan bukti-bukti dalam penyelidikan maka Khalifah tidak segan-segan memberhentikannya dengan tidak hormat. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Al Muqtadir Billah dari Bani Abassiyah yang memecat dengan tidak hormat Muhammad bin Yaqut, kepala polisi di Baghdad. Khalifah pun melarang yang bersangkutan untuk memegang jabatan apapun dalam pemerintahan karena perilakunya yang buruk dan menyimpang. (Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir)
Sungguh umat Islam merindukan para polisi yang bertakwa, paham hukum, berkemampuan, sabar dan amanah dalam bertugas, bukan polisi yang tidak bertanggungjawab dengan keamanan rakyat.
WalLâhu a'lam bi ash-shawâb.
Oleh: Ima Susiati (Mahasiswi Univ. Darul Lughah Al Azhar Cairo Mesir)