Apakah pemerintah penuh pemahaman terhadap tuntutan umat Islam atas kasus penistaan agama? Apakah pemerintah tulus?
Sepertinya saya belum melihatnya demikian.
Yang nampak terjadi, adegan demi adegan menuju aksi 212 justru sangat mirip proses demi proses menjelang Perang Shiffin. Yaitu perang yang terjadi pada akhir zaman shahabat antara kubu Khalifah Ali bin Abi Thalin dengan kubu Gubernur Syria, Muawiyah bin Abi Sufyan. Sejarah mengenang Muawiyah dan tangan kanannya, Amr bin Ash, melakukan tindakan licik kepada Imam Ali beserta umat Islam yang menyertai beliau. Hal yang membuat pasukan Sayidina Ali akhirnya terpecah tiga.
Kita lihat satu demi satu.
1) Sikap Pre-nganu yang membuat jengkel umat Islam yang melakukan aksi 411 dulu karena malah pergi meninggalkan lokasi, ini begitu mirip dengan sikap Muawiyah yang membalas tawaran perdamaian Imam Ali hanya dengan selembar kertas kosong. Terasa mengabaikan. Terasa tidak menghargai. Membuat pihak Kufah (kubu Imam Ali) begitu sesak dadanya. Terasa seperti memprovokasi.
2) Langkah pemerintah menjadikan A-nganu sebagai tersangka. Langkah ini mau tidak mau harus diadakan pemerintah karena posisi pemerintah terdesak. Tapi nyatanya tak segera menahan. Ini sangat mirip dengan langkah Amr bin Ash di awal Perang Shiffin yang membawa Al-Qur’an di ujung tombak sebagai tanda perdamaian antara kedua kubu. Sikap ini pada akhirnya mengganggu kesolidan barisan Imam Ali bin Abi Thalib. Mereka bingung menyikapi tawaran Amr bin Ash yang beraroma “baik-baik tapi seperti mengandung licik”.
3) Sikap Kapo-nganu yang mengajak perdamaian dalam penyelenggaraan acara 212, terhadap umat Islam yang akan menjalani aksi 212, terasa mencurigakan. Jangan-jangan akan ada jebakan atau sikap licik dari Kapo-nganu. Ini sangat mirip dengan langkah Amr bin Ash di dalam peristiwa Tahkim. Yang sepertinya mau menuruti maunya kubu Kufah, namun pada akhirnya mengkhianati. Kubu Imam Ali, saat itu diwakili sahabat senior dan diterima kedua kubu, Abu Musa Al-Asy’ari, yang cenderung mengambil jalan tengah. Ini mengecewakan banyak barisan Imam Ali. Dan akhirnya memecah pasukan Imam Ali. Apakah KH. MA’ruf Amin nantinya begitu? Masih belum bisa kita simpulkan.
4) Hal lain, yang harus benar-benar kita cermati, kubu Muawiyah sudah terkonsolidasi cukup lama karana Muawiyah telah lama memerintah Syria. Ini yang membedakan kubu Imam Ali. Bagitu juga kubu pre-nganu dan kapo-nganu yang telah lama solid. Ini beda dengan kita semua yang jengkel atas kasus penistaan agama. Kita semua baru terasa bersatu setelah kasus penistaan agama. Semoga Habib Rizieq dan Ustadz Bakhtiar Nashir dan para pimpinan lain bisa memahami sisi lemah ini.
5) Pada akhirnya dengan tawaran Amr bin Ash tadi, pasukan Imam Ali bin Abi Thalib terpecah tiga. Yaitu kubu pragmatis di bawah pimpinan Al-Asyad bin Qais. Mereka berpikir jika sebagian tuntutan mereka dipenuhi Muawiyah, masalah selesai. Mereka berpikir kasus selesai. Tak ada gunanya Imam Ali terus melanjutkan pertikaian. Kedua, kubu Khawarij, di bawah pimpinan Asy-Syaibani, yang melihat peristiwa tahkim (perdamaian kedua kubu) terasa merugikan kubu Imam Ali, sehingga harusnya mereka menyesal dan kembali memerangi Muawiyah. Mereka juga mencerca Imam Ali dan membodoh-bodohkan beliau. Mereka menganggap segala hal yang dilakukan Imam Ali buruk. Tanpa menghargai sama sekali usaha beliau yang tak mengenal lelah mengatasi masalah dan mempersatukan umat. Ketiga, kubu Syiah, di bawah pimpinan Al-Asytar An-Nakha’i. Kubu ini membela Imam Ali tanpa reserve, dan mengecam pihak pragmatis dan pihak khawarij, serta memuja Imam Ali dengan pengkhultusan yang tidak sepantasnya.
6) Jika saat menjalankan aksi 212 umat Islam kurang solid, potensi untuk terjadinya kondisi sebagaimana kondisi Perang Shiffin dulu, bisa saja terulang.. Kita harus pahami bahwa Pre-nganu dan Kapo-nganu sudah lebih lama terkonsolidasi barisannya. Jangan sampai kondisi yang kurang menguntungkan ini merugikan kita. Persatuan ini harus dijaga.
7) Jika terkait aksi 212 nanti terjadi kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan, saya berharap kondisi yang terjadi pada Perang Shiffin dulu tidak terulang.
a. Terhadap pihak-pihak yang dalam pelaksanaan aksi gampang melakukan perdamaian, harus kita ingat bahwa tanpa ada tindakan terhadap penista agama, aksi ini kurang bertaji. Bukankah kita datang untuk tuntutan itu?
b. Terhadap pihak yang melihat kesepakatan perdamaian dengan kapo-nganu terasa “seperti terjebak” dan “kurang idealis”, mohon bisa menyampaikan harapan dengan tetap menjaga suasana bersatunya umat ini. Banyak cara atas hal itu, semisal memberikan masukan yang cukup berwawasan, membawa poster tentang perlu dihukumnya penista agama, menyerukan pentingnya opini syariah Islam, dan hal-hal yang lain yang terasa sangat bertaji tapi tetap sangat menjaga persatuan.
c. Terhadap pihak yang membela para pimpinan aksi dengan bersemangat, mohon tetap bisa dihargai segala masukan dari dalam barisan. Kita semua sebagai manusia bisa saja salah.
8) Harapan saya, ada hal lain yang benar-benar harus kita syukuri. Yaitu BERSATUNYA BERBAGAI KOMPONEN UMAT ISLAM. Ini adalah hal yang sangat sulit dan SAAAANGAT MAHAL, NAMUN SEKARANG BISA KITA RAIH. Jangan sampai ini kita lupakan. SAAT INI KITA MERASA BERSAUDARA.
9) Terakhir, janganlah kasus ini dianggap sebagai AKHIR. Tetapi justru sebagai AWAL. Yaitu: AWAL KONDISI YANG LEBIH KONDUSIF UNTUK TEGAKNYA SYARIAH DAN KHILAFAH DI INDONESIA DAN DUNIA SECARA DAMAI.